Status Badan Hukum Milik Negara Universitas-Universitas di Indonesia
Secara dangkal dapat artikan bahwa perguruan-perguruan tinggi yang memiliki status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) itu bebas mengelola strategi peningkatan kualitas pendidikan yang berlaku di universitas masing-masing, dan juga bebas mengelola dana, serta yang paling penting adalah, bahawa universitas-universitas yang telah bermigrasi statusnya dari PTN (Perguruan Tinggi Negeri) menjadi BHMN harus bisa menghasilkan dana untuk kelangsungan proses pemelajaran di universitas masing-masing. Poin terakhir sangatlah penting karena dalam hasil Penjelasan Bersama Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada,Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor) Tentang Perubahan dan Pengelolaan PT -BHMN yang ditandatangani oleh 4 rektor universitas pada tahun 2003 disebutkan pada poin 5 bahwa universitas-universitas yang berstatus BHMN bersifat nirlaba. Lihat Hasil Penjelasan Bersama PT-BHMN di sini.
Baik atau burukkah transformasi status Perguruan Tinggi Negeri ini menjadi BHMN?
Sepihak kita bisa beranggapan bahwa dengan perubahan status menjadi BHMN ini akan menyebabkan MAHALnya biaya perkuliahan di setiap perguruan tinggi. Hal ini sangat logis karena memang segala urusan kelancaran proses belajar mengajar, termasuk di dalamnya pemerolehan dana untuk kelancaran proses belajar mengajar memang diatur sendiri oleh perguruan tinggi yang terkait.
Coba anda lihat pada poin 6 hasil Penjelasan Bersama 4 Rektor PT-BHMN, di situ dijelaskan bahwa demi terciptanya kelancaran pemelajaran di setiap PT-BHMN, maka keadilan SUBSIDI mutlak ada! Jadi, menurut saya tidak usah khawatir dengan mahalnya biaya perkuliahan di setiap PT-BHMN, toh ada subsidi silang. Yang terpenting adalah mampu atau tidak mahasiswa terkait membuktikan bahwa mereka memang berkualitas dan layak mendapatkan subsidi tersebut, karena menurut saya, falsafah hukum rimba mutlak ada di dalam dunia perkuliahan, yang kuat secara akademis dan kreatiflah yang berhak survive!
Hal ini tidak menafikkan adanya gejala PT-BHMN akan berusaha sekuat tenaga dalam batas wajar mempertahankan mahasiswa-mahasiswa dengan kemampuan rata-rata tetapi meiliki dana besar, karena mau percaya tidak percaya, mahasiswa-mahasiwa rata-rata penyandang dana itu merupakan salah satu penunjang utama terlaksananya proses SUBSIDI SILANG untuk mahasiswa-mahasiswa berkualitas dengan dana yang sangat minim.
Saya sangat yakin, faktor utama terbesar yang menggerakkan mahasiswa gencar melakukan aksi menentang penerapan peraturan perubahan status PTN menjadi PT-BHMN adalah terkait masalah biaya perkuliahan yang otomatis akan menjadi sangat mahal! Namun, kembali ke pemaparan saya di paragraf sebelumnya, "anda berkualitas atau tidak dalam perolehan subsidi silang?" Saya rasa semakin dewasa seseorang, maka semakin bisa orang tersebut mengukur potensi yang ada di dalam dirinya. Jadi, seharusnya tidak harus masuk universitas untuk bisa meraih sukses di masa depan, karena setiap orang pasti mempunyai keunggulan masing-masing. Mungkin unggul di bidang seni? berwirausaha? olah raga? dan keahlian lainnya tanpa harus berkecimpung di universitas.
Sangat miris memang realita yang masih ada di Indonesia, karena "hukum di dalam masyarakat" yang masih berlaku masih mengidentikkan kesuksesan seseorang bisa dapat dijamin dari setinggi apa titel yang dapat diraih dari sekolahnya! Pendapat ini SALAH TOTAL! Kenapa salah? Karena sebenarnya lulusan universitas disiapkan untuk menjadi peneliti di dalam disiplin ilmu yang digelutinya di masa perkuliahan, dan WAJIB untuk melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi!
Coba kita lihat fenomena yang masih saja berlaku di masyarakat Indonesia. Hampir seluruh orang tua memaksakan anak-anak mereka untuk melanjutkan sekolah ke SMU! Apa anak-anak mereka harus mengenyam pendidikan di SMU jika anak-anak mereka sebenarnya terampil di dalam bidang tekhnik, tata boga, seni, dll? Di Indonesia banyak sekolah lanjutan kejuruan yang bagus! Akan sangat optimal hasilnya jika anak-anak mereka mengenyam pendidikan yang memang dapat mengasah keterampilan mereka, karena ini akan menjadi bekal utama dalam kehidupan mereka kelak di dalam masyarakat! Ok, anggaplah kita tolerir, bahwa semua anak boleh belajar di SMU, tetapi akan muncul fenomena baru! Hampir sebagian besar orang tua juga MENGHARUSKAN anak-anak mereka untuk masuk jurusan IPA di SMU! Kenapa? Karena stigma yang beredar di masyarakat bahwa sesuatu yang terkait dengan exact science itu LARIS DI PASARAN KERJA! Pertanyaannya: apakah semua anak punya bakat di bidang exact science? apakah semua anak itu berbakat untuk menjadi peneliti sehingga harus masuk melanjutkan pendidikan di universitas? Saya yakin bahwa setiap anak memiliki kelebihan dan keterampilan masing-masing yang sangat berbeda dengan anak lainnya. Jadi, biarkanlah mereka memilih dan menentukan sendiri ke mana dan di mana mereka akan dapat secara optimal mengasah dan memperdalam keterampilan dan keahliannya.
Sudah siapkah universitas-universitas di Indonesia bertransmformasi menjadi PT-BHMN?
Dengan mental manusia Indonesia seperti sekarang ini saya rasa belum optimal hasilnya jika semua perguruan tinggi di Indonesia ditransformasikan menjadi PT-BHMN, karena sangat dibutuhkan keahlian, profesionalitas yang tinggi, dedikasi yang tinggi, keseriusan dalam pelaksanaaannya, tetapi mental manusia Indonesia belum sepenuhnya seperti itu. Mental manusia Indonesia masih banyak yang mengandalkan kong-kali-kong, masih sibuk dengan korupsi dan mental-mental buruk lainnya. Namun, suatu saat nanti saya yakin Indonesia sepenuhnya siap untuk hal-hal semacam ini. Jadi masalah utama pada saat ini sebenarnya adalah waktu dan keseriusan kita untuk membangun mental mulia dan bisa menjadi panutan negara lainnya!
Jika saya harus memilih
Saya sangat setuju dengan status PT-BHMN, karena setiap universitas akan bersaing secara fair untuk meraih kualitas yang bagus dalam segala bidang, dengan tetap mengutamakan kualitas pendidikannya. Namun, jika kondisi mental masyarakat Indonesia masih jauh dari profesional, berdedikasi tinggi, tidak kreatif dan mental-mental buruk lainnya, sebaiknya transformasi ini ditunda, karena bukan hasil optimal yang akan didapat, tetapi hanya masalah yang senantiasa akan muncul!
Labels: penelitian, perkuliahan, umum
posted by St. Anger @ 10:33 AM 0 Comments
Sedikit mengenal Rastafaria
Para penganut rasta tidak hanya menghisap ganja untuk kesenangan. Bagi mereka, ganja adalah rempah-rempah, karena menurut mereka, ketika mereka telah menghisap ganja, maka mereka bisa lebih dekat dengan Tuhan. Oleh karena itulah di setiap upacara-upacara keagamaan para pengikut rasta selalu menghisap ganja. Para pengikut rasta juga mengaitkan GANJA dengan "rumput suci" yang terdapat di dalam Bibel.
Warna Rasta
Warna-warna yang sering digunakan oleh para pengikut rasta adalah: MERAH, HITAM, EMAS(kuning), dan HIJAU. Warna-warna ini sebenarnya berasal dari 2 bendera, yaitu: Bendera nasional bangsa Ethiopia dan Bendera Gerakan Pembebasan Marcus Garvey.
Bendera Ethiopia berwarna: Merah, Kuning, dan Hijau
Bendera Gerakan Marcus Garvey berwarna: Hitam, Hijau, dan strip Merah
Bendera gerakan pembebasan itu sudah ada sejak tahun 1920 sebagai simbol rakyat Afrika, tapi pada 2000 tahun yang lalu, Kaisar Afrika juga telah menggunakan warna ini sebagai simbol eksistensi mereka. Arti Tiap Warna pada Bendera:
MERAH : Warna merah melambangkan pertumpahan darah pada pemberontakan dalam sejarah Afrika dan Jamaica.
HITAM : Warna hitam melambangkan warna kulit orang-orang Afrika
HIJAU : Warna hijau melambangkan vegetasi di Jamaica dan Ethiopia. Warna hijau juga melambangkan harapan dan kemenangan dari segala tekanan dan masalah yang ada.
EMAS (kuning) : Warna emas (kuning) melambangkan kekayaan dan kegemilangan Ethiopia dan Afrika.
Rambutmu adalah Statusmu
Di dalam wilayah Karibia dahulunya masalah rasial (SARA) masih merajalela, yang dapat dibagi ke dalam 3 kategori:
1. orang kulit putih
2. orang kulit berwarna
3. orang kulit hitam
Jadi posisi seseorang di dalam sebuah masyarakat pada masa itu sangat ditentukan oleh warna kulit, bentuk hidung, dan rambut. Jadi keinginan untuk setara dengan kelas masyarakat di atasnya memaksa orang kulit hitam untuk meluruskan rambutnya yang keriting, dan pada saat itu mereka selalu mencobanya dengan menumbuhkan rambutnya secara DREADS, dan karena itulah rambut gaya gimbal dikenal dengan nama keren DREADSHAIR.
Labels: berita, terjemahan, umum
posted by St. Anger @ 11:23 PM 0 Comments
De rapportage over de zomercursus in Leuven en het seminarium in Amsterdam
A. Zomercursus bij het ILT
De eerste indruk
Toen ik voor de eerste keer wist dat ik naar Leuven moest gaan voor een zomercursus, dacht ik zo: “Moet ik echt aan deze cursus deelnemen? Want in 2006 ben ik ook in Nederland geweest voor de zomercursus en zulke cursus beschouwde ik gewoon als een zomervakantie, geen echte cursus!”. De programma's van de zomercursus in 2006 in Nederland waren leuk. De deelnemers van de cursus kwamen uit verschillende verre landen en ik vind het gewoon leuk om met andere buitenlandse mensen kennis te maken. We hadden toen meer vrije programma's buiten klas dan lesprogramma's in klassen. Dus, qua les in de klas vond ik deze cursus een beetje minder efficiënt. Ik had nog veel meer lessen over het Nederlands in de klas aan Universitas Indonesia dan in deze cursus.
Met mijn tegenwoordige functie als een leerkracht (assitent docent) bij de Vakgroep Nederlands aan Universitas Indonesia vond ik deze aanbieding (om deel te nemen aan de zomercursus in Leuven) gewoon een grapje, want ik had toen genoeg verbeeldingen over wat ik daar moet doen, en die zijn: kennis maken met nieuwe buitenlandse mensen, veel excursies doen, nog veel meer leuke dingen doen en niks belangrijks over de taal van Nederland krijgen. Kortom, dacht ik: “Nou, ik ga op vakantie! De zomervakantie!”.
Een paar vragen bleven in mijn hoofd: “Wat is deze cursus voor? Is het zo nuttig voor mij als assistent docent om aan deze “vakantie” deel te nemen? Hebben ze geen verkeerde persoon gekozen? Misschien zou het beter zijn als ze deze cursus aan een derdejaarstudent aanbieden”. Zulke vragen stoorden me nog steeds tot mijn vertrek naar België.
De aankomst in Leuven
De eerste dag toen ik in Leuven aankwam was tot zo ver ik wist de warmste dag van de zomer in 2008. Het was ongeveer 37 graden of misschien meer, ik wist het niet precies. Ik stond voor het treinstation te denken: “Hoe ga ik naar het Groot Begijnhof? Moet ik een taxi nemen? Hoeveel zou het kosten?”. Toen ik erover aan het denken was, riep iemand mijn roepnaam. Het was Leen Verrote (mijn gastdocente aan de campus toen ik nog studeerde). Zij kwam mij ophalen! Het was echt een opluchting!
Zij bracht mij eerst naar haar kantoor (het ILT) waarbij de cursus zal plaatsvinden. En daarna gaan wij naar het Groot Begijnhof waar ik voor een maand zal verblijven. De stad Leuven is zo klein maar heel mooi. Dus, als je van een plaats naar een andere plaats wilt gaan dan duurt het niet lang en bovendien kun je van mooie oude gebouwen en prachtige natuur genieten, m.a.w. zal ik zeggen dat Leuven een perfecte stad is voor studie. Klein, vriendelijk, en rustig!
Ik was zo gelukkig dat ik in het Groot Begijnhof kon wonen, want het was daar zo rustig en zo mooi. Eigenlijk was het niet zo moeilijk om een huisvesting te vinden in Leuven, want er waren toen heel veel kamers aangeboden om gehuurd te worden door studenten. Maar toch woonde ik toen in het Groot Begijnhof, en daarom was ik zo gelukkig! Wat een perfecte huisvesting!
De cursus
Het eerste programma was een bezoek aan Leuven met een gids. En toen keerde ik terug naar een van mijn verbeeldingen over de zomercursus! “Kijk, een excursie met een gids! Dit is echt een vakantie, geen cursus!”
De volgende dagen bleek het dat mijn verbeeldingen over deze cursus niet waar waren! De eerste les was begonnen met een uitleg over een paar lesplannen. Ik was een beetje verbaasd want we hadden heel veel lesprogramma's in de klas. Het was heel verschillend van de cursus in Nederland in 2006. Op maandag en dinsdag begon de les vanaf 09u. t/m 16u. Op woensdag en donderdag begon de les vanaf 09 u. t/m 14u. We hadden alleen maar een keer excursie en op die gelegenheid gingen wij naar Antwerpen. We hadden nog wat extra programma's buiten de klas, maar die waren niet zo veel als bij de cursus in 2006 in Nederland. We hadden een keer zogenaamde Multiculturele Avond (barbecue) en een keer workshops, dat was het. De rest van de uren vulden wij met de programma's in de klas in.
Volgens mij was deze cursus heel leerzaam! We hadden veel tijd in de klas om het Nederlands en het Vlaams te studeren. We besteedden veel aandacht aan het Nederlands en het Vlaams. Elke maandag hadden wij een toets! Een toets had ik nooit gehad in de cursus in 2006 in Nederland. Behalve die wekelijkse toets moesten wij ook eindexamens afleggen om een certificaat te kunnen hebben. Als je gezakt bent dan kun je geen certificaat hebben! Zo streng was deze cursus en daar houd ik van! Je moest dus de lessen die je op de vorige dagen gekregen hebt goed begrijpen, want je moest aan het eind van de cursus het eindexamens afleggen. Zou je gezakt zijn dan krijg je geen certificaat! Sindsdien wist ik zeker dat ik in Leuven echt voor een cursus was en om mijn nederlands te verbeteren, niet op vakantie met veel excursies!
Gelukkig ben ik niet gezakt en heb ik dus het certificaat. Nog een keer wil ik zeggen dat deze cursus heel leerzaam was, zelfs voor de derdejaarstudenten op de Universitas Indonesia.
Het Nederlands of het Vlaams?
Aan het begin van de les was ik zo verbaasd dat ik in deze cursus veel meer het Vlaams dan het Nederlands kreeg. Maar het was niet zo erg, want ik heb gedurende mijn studie Nederlands op Universitas Indonesia (4 jaar) het Nederlands gekregen, en heel weinig het Vlaams.
In het algemeen kregen we het Algemene Nederlands, maar ik kreeg daar ook het Vlaams meer gedetailleerd. Het was zo belangrijk, ten minste voor mij, want op de Universiteit hebben wij eigenlijk af en toe teksten in het Vlaams. Dus, als ik later het Vlaamse teksten in de klas heb dan kan ik misschien die teksten wat gemakkelijker en beter uit te leggen. Niet alleen in de klas, in CnaVT-examens krijgen de studenten ook vaak teksten in het Vlaams.
Wat ik hier “in het Vlaams” bedoel is niet alleen maar de uitspraak, maar ik heb ook een paar termen en uitdrukkingen in de Vlaamse woorden die ik op de Universiteit gedurende mijn studietijd nog niet gekregen heb. Ja natuurlijk kreeg ik bij deze cursus ook een paar woordenstructuren die heel typisch Vlaams zijn, maar toch kregen wij in het algemeen wel het Algemene Nederlands.
Ik meende het echt dat deze cursus ook goed is voor de derdejaarstudenten op Universitas Indonesia, want aan de ene kant krijgen ze lessen over het Nederlands (het Algemene Nederlands), hierbij kunnen ze hun Nederlands verbeteren. Aan de andere kant krijgen ze een soort verrijking over het Vlaams dat ze op de Universiteit heel weinig krijgen. Als ze (de studenten) deze cursus volgen dan kunnen ze twee vliegen in een klap hebben, de verbetering van hun Algemene Nederlands en de verrijking over het Vlaams. Het is niet de bedoeling dat de cursus waaraan ik in 2006 deelnam niet nuttig was, maar in deze cursus (in Leuven) heb ik wat meer over het Nederlands en het Vlaams gekregen.
B. Het seminarium in Amsterdam
De tijd was zo perfect! Pas na de cursus in het ILT in Leuven, Belgi had ik een ander programma dat te maken heeft met het Nederlands. Dat was het seminarium Nederlands als Vreemde taal 2008 – didactiek, taal en cultuur. Dit seminarium was bedoeld voor buitenlandse leerkrachten Nederlands. Dit seminarium was echt een “cadeautje” voor mij, want ik ben net begonnen met lesgeven en dan kon ik een soort cursus volgen hoe ik het Nederlands goed kan leren.
De eerste indruk
Dit was mijn eerste keer om aan z'on seminarium te kunnen deelnemen. Ik kon helemaal niet denken wat ik daar (bij het seminarium) moest doen. Ik wist dat Lilie en Lina aan het seminarium ook deelnamen, en ze hebben heel veel ervaringen ervoor, terwijl ik, zeg het maar “de nieuwkomer” ben! Eerlijk gezegd was ik heel bang voor het seminarium, want wat ik over een seminarium wist dat als wij aan een seminarium deelnemen dan moeten wij iets over de thema's in het seminarium presenteren. Het seminarium ging over het Nederlands als vreemde taal, diactiek, taal en cultuur en de deelnemers waren allemaal docenten Nederlands van de hele wereld, en ik ben “de nieuwkomer”! Wat moest ik doen? Wist ik toen helemaal niet!
Voordat ik aan dat seminarium deelnam, kon ik mezelf nog niet als een leerkracht Nederlands beschouwen. Ik vond dat ik nog een student was (een student van de Vakgroep Nederlands aan de Universitas Indonesia), en iedereen weet dat het seminarium voor de docenten Nederlands is bedoeld, en ik kon toen toch niet voelen dat ik nu een van hen ben (een van de leerkrachten Nederlands). Dit gevoel was echt een probleem!
Het seminarium
De eerste dag bij het seminarium was de officile openingsavond in Hotel Casa 400, Amsterdam. Tegelijkertijd maakten we met elkaar kennis. En de cursus van het seminarium begon pas de volgende dag 's morgens. De eerste cursus was door meneer Piet de Kleijn gegeven, en het ging over de geschikte materialen voor het leren van het Nederlands als vreemde taal in de tegenwoordige tijd.
Het seminarium was heel goed georganiseerd, denk ik! Ik weet het niet wat iedereen erover denkt, maar het was mijn eerste keer en ik heb daarvan een mooie indruk gehad. In principe vind ik het seminarium heel nuttig! Ik wist alleen maar een heel klein beetje hoe ik het Nederlands als vreemde taal moet doceren, maar na het seminarium heb ik veel dingen en ideen gehad hoe ik het Nederlands als vreemde taal in goede manier kan doceren en welke materialen geschikt zijn voor welke vaardigheiden. Ten misnte weet ik nu wat beter dan vroeger wat ik moest voorbereiden voordat ik naar de klas ga voor bepaalde vaardigheiden.
Niet alleen maar de materialen en de manier hoe je een les moet geven werden aangeboden, maar je kreeg ook een cursus hoe je een goede toetsen kan maken. Je kan dus weten welke toetsen geschikt zijn voor welke vaardigheiden en ook hoe je die toetsen goed moet beoordelen. Je weet ook dus welke punten moet je beoordelen en welke punten niet! Dus, de bedoeling van deze toetsencursus is dat je een goede toets kan maken en beoordelen zodat je weet of de studenten de belangrijke punten van al die lessen die je al gegeven hebt goed hebben geleerd. En dat betekent: je toets je studenten niet voor niets!
Zoals we weten dat de deelnemers van het seminarium uit verschillende landen komen, en dat is ook een van de belangrijke punten van het seminarium. Wat ik ervan belangrijk vind dat we ook veel nuttige ervaringen van die deelnemers kunnen hebben. Iedereen had zijn eigen ervaringen in het doceren van het Nederlands als vreemde taal. Wij kunnen dus veel belangrijke punten bestuderen van hun ervaringen. Er zijn veel diverse problemen met het doceren van het Nederlands als vreemde taal in elke landen, en we probeerden ook met elkaar suggestie's geven hoe wij onze problemen goed kunnen oplossen. En deze lessen (de diverse ervaringen, problemen en suggestie's) kun je in formele seminaria en cursussen niet gemakkelijk vinden, denk ik! Dus, wat ben ik zo gelukkig!
Ik - de nieuwkomer - ben zo gelukkig dat ik veel vragen over het doceren van het Nederlands als vreemde taal aan de andere deelnemers kon stellen, want ik had toch, zeg het maar “niets” in het doceren van het Nederlands als vreemde taal. En de problemen in het doceren hebben niet alleen te maken met de materialen, de toetsen, en al de technische dingen, maar de problemen komen ook meestaal uit de studenten. Dus, ik kon in het seminarium weten hoe ik moet reageren als de studenten dit doen of dat doen door het te vragen aan die andere ervarende deelnemers en de sprekers.
De programma's
Vanuit de titel van het seminarium kunnen wij gemakkelijk raden welke programma's we daar hebben gedaan. De meeste programma's waren gericht op het doceren van het Nederlands als vreemde taal, de materialen ervan en de toetsen. We waren bijna iedere dag in de klas bezig met de lessen en de discussies over de beste methode's en materialen in het doceren van het Nederlands als vreemde taal.
Behalve de programma's binnen de klas hadden wij ook veel leuke programma's buiten de klas, en het was meer cultureel bedoeld. Wij gaven ook bezoek aan een paar musea in Nederland en Belgi. We gingen ook naar Zierikzee, en naar het Waternood museum. Dat was mijn eerste keer in het Waternood museum! We keken daar naar een documentaire film over de overstroming in het jaar 53 in Nederland.
We hadden ook een kans om naar het kantoor van de Nederlandse Taalunie in Den Haag te gaan. Dat was echt fantastisch voor mij, want ik hed nooit bedacht dat ik op een dag naar het kantoor van de Nederlandse Taalunie kan gaan. Daar haden we een presentatie van meneer Marc Le Clerc over wat de Nederlandse Taalunie is en wat de Nederlandse Taalunie doet overal ter wereld in het kader van het Nederlands. En daar haden wij ook een paar belangrijke informatie, een van hen is over de website van www.taalunieversum.org . Op die website vinden wij alle belangrijke informatie die te maken heeft met het Nederlands, en zelfs kun je daar bijvoorbeeld naslagwerken en vacatures vinden. Ik denk dat die website heel nuttig is, vooral voor docenten Nederlands in de hele wereld.
We zijn ook een paar dagen in Antwerpen, Belgie geweest. Daar haden wij curus van Helga van Loo en Anemie vanuit K.U. Leuven. We kregen van hen “het gebruik van muziek en gedichten in het doceren van het Nederlands als vreemde taal”. Het was zo leuk! Verder gaven wij ook bezoek aan Leuven, en we haden daar een lezing van een Prof. Uit K.U. Leuven over “Het verschil tussen Nederlands – Nederland en Nederlands – Vlaanderen, en ook nog een kennis over een paar dialecten in het Nederlands – Vlaanderen (het Vlaams).
Hartelijk dank!
Labels: Nederlands, rapportage, Vlaams
posted by St. Anger @ 10:02 PM 1 Comments
Makna, Letak, dan Konteks Kata “MAAR” dalam Bahasa Belanda
oleh : Fajar Muhammad Nugraha
dosen : Dr. Lilie Mundalifah Roosman
DALAM BAHASA BELANDA
Latar Belakang
Dalam pembelajaran bahasa, ada banyak hal yang harus diperhatikan supaya tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam penerapannya, baik itu secara lisan maupun tulisan.
Pemahaman arti dan makna suatu kata merupakan hal yang sangat penting jika kita ingin menguasai suatu bahasa, apalagi bahasa asing. Namun pengetahuan tentang pemahaman arti dan makna kata saja tidaklah cukup karena pengetahuan penggunaan (letak), dan di dalam konteks apa saja suatu kata bisa digunakan, serta apa fungsi kata tersebut merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dari sekedar pemahaman arti dan makna kata.
Hal inilah yang melatarbelakangi saya dalam penulisan penelitian ini. Saya akan melakukan penelitian terhadap kata “maar” dalam bahasa Belanda yang memiliki arti dan fungsi yang lebih dari satu dan juga menempati tempat-tempat tertentu dalam penggunaannya di dalam suatu kalimat.
Contoh:
Eigenlijk is het niet één netwerk, maar een hele verzameling…
(sebenarnya ini bukan satu jaringan kerja, tetapi suatu kumpulan…)
(0031, Directe toegang tot Nederland(s), Thiememeulenhoff, hlm. 42)
Nee, we verkopen hier alleen maar boeken.
(Tidak, kami hanya menjual buku di sini)
(Foolen, Ad, De betekenis van Partikels, hlm. 156).
Permasalahan
1. Apa perbedaan antara “maar” sebagai konungsi dengan “maar” sebagai adverbia jika dilihat dari posisinya di dalam sebuah kalimat?
2. Apa makna “maar” sebagai kata hubung dan sebagai adverbia?
Apakah makna “maar” sebagai adverbia mengurangi formalitas sebuah kalimat?
Tujuan
Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memaparkan perbedaan antara “maar” sebagai konjungsi dengan “maar” sebagai adverbia melalui posisinya di dalam sebuah kalimat.
2. Untuk memaparkan makna “maar” sebagai konjungsi dan adverbia.
3. Untuk menguji pengaruh informalitas penggunaan “maar” sebagai adverbia di dalam sebuah kalimat.
Batasan Masalah
Karena penelitian ini akan membahas kata “maar”, yang merupakan bagian dari nevenschikkende voegwoorden (kata hubung setara), dan juga merupakan bagian dari bijwoorden (adverbia), maka penelitian ini tidak akan membahas voegwoorden (kata hubung) dan bijwoorden secara menyeluruh, namun hanya membahas voegwoorden dan bijwoorden yang berhubungan dengan kata “maar” itu sendiri.
Latar Belakang Teori
Lazimnya dalam bahasa Belanda, kata “maar” mempunyai arti harafiah dalam bahasa Indonesia “tetapi”,“tapi”, dan "namun".
Contoh: Hij is niet netjes, maar hij is slim.
(dia tidak rapih, tetapi dia pintar).
Kata yang bermakna “tetapi” dan "namun" ini termasuk ke dalam kelompok kelas kata konjungsi yang berfungsi sebagai penghubung kalimat dan memberikan makna pertentangan. Namun tidak hanya itu, kata “maar” juga bisa digunakan sebagai adverbia pada kalimat bahasa Belanda. Pada umumnya, “maar” sebagai adverbia mempunyai arti “hanya” atau “saja” atau “cuma”.
Contoh: Dat boek kost alleen maar € 5.
(harga buku itu hanya € 5).
Bijwoorden adalah nama lain dari adverbia dalam bahasa Belanda. Adverbia berasal dari bahasa latin, yaitu ad (menyertai) dan verbum (kata kerja). Jadi, adverbia adalah kata sifat yang memodifikasi kata kerja. Adverbia menunjukkan pengaruh, keadaan, dan kejadian yang mendapat tekanan dari kata kerja. (http://id.wikipedia.org/wiki/Adverbium)
Berdasarkan ciri dari adverbia yang berpengaruh terhadap kata kerja, maka adverbia (bijwoorden) dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: bijwoorden van modaliteit, bijwoorden van causaliteit, bijwoorden van tijd, bijwoorden van hoedanigheid, bijwoorden van plaats, dan lain-lain. (http://oase.uci.ru.nl/~ans/)
Contoh:
Gaat u zelf maar na.
(Anda selidiki saja sendiri)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan:
Semantik ; pada penelitian ini saya akan membahas makna kata “maar”, baik sebagai konjungsi maupun sebagai adverbia.
Dilihat dari sub bidang semantik, kata “maar” yang memiliki dua fungsi tersebut termasuk ke dalam kelompok homonim, yaitu kata yang memiliki tulisan dan pengucapan yang sama namun memiliki arti yang berbeda.
Contoh:
“maar” sebagai konjungsi:
Hij is niet netjes, maar hij is slim.
(dia tidak rapih, tetapi dia pintar).
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Dibaca /mar/, yaitu diucapkan dengan bunyi vokal “a” yang panjang
Arti: tetapi, tapi, atau namun.
“maar” sebagai adverbia:
Dat boek kost alleen maar € 5.
(harga buku itu hanya € 5).
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Dibaca /mar/, yaitu diucapkan dengan bunyi vokal “a” yang panjang
Arti: hanya, saja, atau Cuma.
Melalui pendekatan semantik, ternyata kata “maar” tergabung ke dalam kelompok homonim yang masing-masingnya memiliki arti yang berbeda. Namun jika ditelusuri pengucapannya, ternyata baik “maar” sebagai konjungsi maupun adverbia mempunyai kesamaan dalam hal pengucapannya.
Selain itu, penggunaan kata “maar” di dalam sebuah kalimat juga memberikan makna negasi (pengingkaran), lebih tepatnya disebut niet direkte negatie (negasi yang tidak langsung) (Foolen, Ad, De Betekenis van Partikels).
Contoh:
Ik wilde gaan wandelen, maar het regende
(saya kemarin mau jalan-jalan, tetapi turun hujan)
(Foolen, Ad, De betekenis van Partikels, hlm.116)
Dari contoh di atas dapat dilihat pengingkaran secara tidak langsung yang muncul akibat penggunaan konjungsi “maar”. Pada awalnya “ik” telah berencana untuk pergi jalan-jalan, tetapi akhirnya “ik” tidak jadi pergi jalan-jalan karena ketika “ik” akan melaksanakan rencananya (rencana untuk jalan-jalan), hujan turun, dan lazimnya kennis van de wereld (pengetahuan) orang pada umumnya adalah bahwa orang hanya pergi jalan-jalan ketika cuaca cerah, tidak ketika turun hujan.
Sintaksis ; pada penelitian ini saya juga akan membahas posisi kata “maar” dalam penggunannya pada sebuah frasa, kalimat, paragraf, atau wacana yang bisa ditelusuri melalui pendekatan sintaksis.
Secara sintaksis, konjungsi didefinisikan sebagai kata yang berfungsi menghubungkan dua atau lebih frasa, kalimat, paragraf, atau wacana pada suatu bahasa. Hal ini berarti posisi “maar” dalam suatu kalimat berada di antara elemen yang akan dipertentangkan. Dalam bahasa Belanda, kata-kata konjungsi dapat dikelompokkan ke dalam nevenschikkende voegwoorden (kata hubung setara) dan onderschikkende voegwoorden (kata hubung bertingkat).
(http://oase.uci.ru.nl/~ans/)
Nevenschikkende voegwoorden adalah kata yang menghubungkan elemen-elemen bahasa yang bersifat setara. Nevenschikkende voegwoorden terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu: aaneenschakkelende voegwoorden (kata yang menghubungkan rangkaian), tegenstellende voegwoorden (kata yang menghubungkan pertentangan), causaliteit aanduidende voegwoorden (kata yang mengungkapkan sebab), dan gevolgaanduidende voegwoorden (kata yang mengungkapkan akibat).
Aaneenschakkelend : en, noch, alsmede, alsook
Tegenstellend : maar, doch, of, ofwel, dan wel, dan
Causaliteit aanduidend : want
Gevolgaanduidend : dus
(http://oase.uci.ru.nl/~ans/)
Contoh:
Ik kan niet alles, maar wel heel veel volgen in een gesprek tussen Nederlanders.
(saya tidak bisa semuanya, tetapi sering mengikuti percakapan antara orang Belanda)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 3)
Biasanya “maar” sebagai konjungsi terletak di awal elemen yang akan dijadikan pertentangan dari elemen sebelumnya.
Contoh:
Ik kan niet alles, maar wel heel veel volgen in een gesprek tussen Nederlanders.
(saya tidak bisa semuanya, tetapi sering mengikuti percakapan antara orang Belanda)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 3)
...Ik moet mijn huiswerk doen, maar ik had geen zin.
(…saya harus mengerjakan pekerjaan rumah saya, tetapi waktu itu saya tidak berminat)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 6)
Dari dua contoh di atas dapat dilihat bahwa posisi “maar” sebagai konjungsi selalu berada di awal elemen yang akan dijadikan pertentangan dari elemen sebelumnya.
Jenis Penelitian
Deskriptif-teoretis:
Peneliti menerangkan fungsi, konteks, letak kata “maar” pada kalimat bahasa Belanda dan sekaligus menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya. Pada penelitian ini peneliti memberikan gambaran perbandingan fungsi, konteks, letak dan makna kata “maar”, baik “maar” sebagai konjungsi maupun sebagai adverbia. Beberapa korpus data tentang penggunaan kata “maar” akan digunakan sebagai gambaran dan bahan perbandingan dari makna kata “maar “ sebagai konjungsi dan “maar” sebagai adverbia.
Pada “maar” sebagai konjungsi, peneliti juga akan memberikan gambaran apa saja yang bisa dipertentangkan dengan menggunakan “maar”, apakah peretentangan antar frasa, antar kalimat, antar paragraf, atau pertentangan antar wacana.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data Penelitian
Penelitian ini merupakan kombinasi dari penelitian primer dan sekunder, karena peneliti tidak hanya menggunakan data-data yang berasal dari buku-buku yang menjadi latar belakang teori pada penelitian ini, akan tetapi peneliti juga akan menggunakan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya sebagai data. Penelitian ini menggunakan teknik studi kepustakaan dalam perolehan data-data dan korpus datanya.
Sampel Penelitian
Sebagian besar data dan korpus data yang saya tampilkan pada penelitian ini berasal dari internet, khususnya situs http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar dan http://oase.uci.ru.nl/~ans/ karena saya beranggapan bahwa data-data yang terdapat di internet lebih up to date. Namun tidak hanya itu, beberapa korpus data juga saya ambil dari buku 0031 terbitan ThiemeMeulenhoff dan buku De Betekenis van Partikels terbitan Ad Foolen karena buku itu memuat banyak artikel berbahasa Belanda, sehingga saya mempunyai peluang yang lebih besar untuk menemukan berbagai macam penggunaan “maar” dengan makna yang berbeda.
Teknik pemilihan korpus data saya lakukan secara acak, sehingga saya bisa mengetahui berbagai macam bentuk penggunaan kata “maar” beserta maknanya. Jumlah korpus data yang saya ambil juga tidak saya batasi dengan harapan bisa menemukan berbagai macam bentuk penggunaan kata “maar” beserta maknanya.
Teknis Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan teknik kualitatif, karena peneliti tidak membahas frekuensi kemunculan “maar” di dalam sebuah kalimat atau di dalam sebuah wacana, tetapi membahas penggunaan (letak), makna, dan kelas kata “maar” pada kalimat bahasa Belanda.
Korpus Data
Je kunt zeggen “mijn broer staat verderop ”, maar niet “mijn broer staat verderop mijn zus”
(Kamu bisa berkata “abang saya berdiri jauh”, tetapi tidak “abang saya berdiri jauh kakak saya”)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
De combinatie twintig jaren is wel mogelijk, maar alleen in bepaalde contexten.
(Kombinasi 20 tahun memang memungkinkan, tetapi hanya pada konteks-konteks tertentu.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Beide woorden zijn juist, maar vandal is veel gebruikelijker.
(Kedua kata itu benar, tetapi vandal lebih sering digunakan.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Ja, zeggen taalkundigen. Maar in de praktijk adviseren we toch groter dan te schrijven…
(Ya, kata para ahli bahasa. Tetapi pada praktiknya kita menyarankan lebih daripada menuliskan…)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Ja, ik heb ideeёn in mijn hoofd maar het duurt een lange tijd om alles te verzamelen…
(Ya, saya mempunyai ide-ide di kepala tetapi butuh waktu yang lama untuk menggabungkannya…)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 3)
Ik kan niet alles, maar wel heel veel volgen in een gesprek tussen Nederlanders. Maar om op iets te reageren en iets te vertellen in gesprek…
(Saya tidak bisa semuanya, tetapi memang sering mengikuti pembicaraan antara orang-orang Belanda. Tetapi untuk menanggapi dan menjelaskan di dalam percakapan…)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 3)
(P.3) …De avondmens kan eindelijk eens `s nachts aan de slag gaan en `s ochtends uitslapen.
(P.4) …Maar er is meer. …
{(P.3) …Orang yang aktif di malam hari akhirnya bisa beraktifitas di malam hari dan tidur pulas di pagi harinya}
{(P.4) … Tetapi ada lagi…}
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 46)
Veel gespin/geschreeuw maar weinig wol.
(Banyak dipintal tetapi sedikit wol.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Vertederd draaien we een blik ‘met echt konijn’ voor ze open. Heel partijdig. Maar we zijn nu eenmaal niet als scheidsrechter aangesteld.
(Dengan lembut kita membukakan sebuah kaleng dengan “kelinci sebenarnya” untuk mereka. Sangat tidak adil. Tetapi kita sekalipun tidak pernah bersikap adil.)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 125)
Wilde zwijnen zijn in principe niet gevaarlijk, maar ze moeten niet worden geprovoceerd.
(Babi liar pada prinsipnya tidak berbahaya, tetapi mereka tidak boleh terganggu.)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 125)
-Kata “maar” sebagai adverbia:
Gaat u zelf maar na.
(Anda selidiki saja sendiri.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Blijft u maar liggen.
(Anda berbaring saja.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Meldt u zelf maar bij de portier.
(Anda laporkan saja sendiri kepada penjaga pintu.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Kom maar binnen.
(Silahkjan masuk.)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Denk maar aan uitspreken als “Dat geintje kostte me honderd ballen”
(Coba pikirkan tentang pengucapan seperti “Lelucon itu mengahabiskan saya ratusan bola”)
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
Je moet maar langs komen.
(Kamu harus singgah.)
(Vismans, Roel, “Modals Particles in Dutch Directives: A Study in Functional Grammar”)
Nee, we verkopen hier alleen maar boeken.
(Tidak, kami hanya menjual buku di sini.)
(Foolen, Ad, De betekenis van Partikels, hlm. 156)
…, als ik maar vlug weer buiten sta.
(…,seandainya saja saya cepat-cepat berdiri di luar.)
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 51)
Ik heb alleen maar een broer, geen zusters.
(Saya hanya mempunyai saudara laki-laki, bukan saudara perempuan.)
(Foolen, Ad, De betekenis van Partikels, hlm. 149)
Jan is maar medewerker.
(Jan hanyalah seorang pegawai.)
(Foolen, Ad, De betekenis van Partikels, hlm. 150)
Contoh Analisis
1. Sub bidang semantik
*“maar” sebagai konjungsi
Dibaca /mar/, yaitu diucapkan dengan bunyi vokal “a” yang panjang
Arti: tetapi, tapi, atau namun.
Contoh: Ik kan niet alles, maar wel heel veel volgen in een gesprek tussen Nederlanders.
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 3)
(saya tidak bisa semuanya, tetapi sering mengikuti percakapan antara orang Belanda)
*“maar” sebagai adverbia
Dibaca /mar/, yaitu diucapkan dengan bunyi vokal “a” yang panjang
Arti: hanya, saja, atau cuma.
Contoh: Gaat u zelf maar na.
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
(Anda selidiki saja sendiri.)
Baik “maar” sebagai konjungsi maupun sebagai adverbia memliki pengucapan yang sama, yaitu dengan vokal “a” panjang, tetapi kedua jenis kata ini memiliki arti yang berbeda. Maka dari itu, kata “maar” termasuk ke dalam kelompok homonim.
2. Sub bidang sintaksis
Ik kan niet alles, maar wel heel veel volgen in een gesprek tussen Nederlanders.
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 3)
(saya tidak bisa semuanya, tetapi sering mengikuti percakapan antara orang Belanda)
...Ik moet mijn huiswerk doen, maar ik had geen zin.
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 6)
(…saya harus mengerjakan pekerjaan rumah saya, tetapi waktu itu saya tidak berminat)
Dari analisa ini dapat dilihat bahwa kata “maar” yang berfungsi sebagai konjungsi memiliki arti “tetapi” atau "namun" dan selalu terletak di awal elemen bahasa yang akan dijadikan pertentangan dari elemen sebelumnya. Selain itu, “maar” sebagai konjungsi tidak hanya digunakan untuk pertentangan antar kalimat, tetapi juga bisa digunakan untuk mempertentangkan frasa dengan frasa, kalimat dengan frasa, dan pargraf dengan paragraf.
Contoh:
-Pertentangan kalimat-kalimat
Als mensen snel praten, begrijp ik ze niet zo goed. Maar als het een beetje langzamer en duidelijker gaat, kan ik het begrijpen.
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 4)
(Jika orang-orang berbicara cepat, saya tidak bisa memahaminya dengan baik. Namun jika mereka berbicara agak lambat dan lebih jelas, saya bisa memahaminya)
-Pertentangan kalimat-frasa
De combinatie twintig jaren is wel mogelijk, maar alleen in bepaalde contexten.
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
(Kombinasi 20 tahun memang memungkinkan, tetapi hanya dalam konteks-konteks tertentu)
-Pertentangan frasa-frasa
Veel gespin/geschreeuw maar weinig wol.
(http://www.onzetaal.nl/advies/search=context?query=maar)
(Banyak dipintal tetapi sedikit wol)
-Pertentangan paragraf-paragraf
(P.3) …De avondmens kan eindelijk eens `s nachts aan de slag gaan en `s ochtends uitslapen.
(P.4) …Maar er is meer. …
(0031, Directe toegang tot Nederland (s), Thiememeulenhoff, hlm. 46)
{(P.3) …Orang yang aktif di malam hari akhirnya bisa beraktifitas di malam hari dan tidur pulas di pagi harinya}
{(P.4) … Tetapi ada lagi…}
Simpulan Sementara
Kata “maar” pada bahasa Belanda memiliki dua fungsi. Fungsi yang pertama adalah sebagai konjungsi dan fungsi yang kedua adalah sebagai adverbia, yaitu kata yang menyertai kata kerja.
Secara sintaksis, di dalam penggunaannya sebagai konjungsi pada sebuah kalimat, kata “maar” terletak pada bagian awal kalimat yang akan dipertentangkan. “Maar” tidak hanya mempertentangkan suatu kalimat dengan kalimat sebelumnya, tetapi kata “maar” juga bisa mempertentangkan frasa, kata, paragraf, dan wacana. Dalam hal ini, kata “maar” merupakan bagian dari tegenstellend voegwoord, yaitu kata hubung yang memberikan makna pertentangan antara suatu elemen bahasa dengan elemen sebelumnya.
Berbeda dengan fungsinya sebagai voegwoord, “maar” sebagai adverbia tidak memberikan makna pertentangan dalam penggunaannya, tapi “maar” sebagai adverbia hanya memberikan penekanan nuansa makna yang berbeda.
Contoh:
(1) Nee, we verkopen hier alleen boeken.
(Tidak, kami hanya menjual buku di sini)
(2) Nee, we verkopen hier alleen maar boeken.
(Tidak, kami hanya menjual buku di sini)
Kedua pernyataan di atas sebenarnya memiliki makna yang sama, tetapi pernyataan (1) memiliki nuansa yang lebih formal jika dibandingkan dengan pernyataan (2) (Foolen, Ad, De betekenis van Partikels, hlm. 156). Selain itu, “maar” juga merupakan kata yang homofon, yaitu kata yang memiliki penulisan dan pengucapan yang sama namun memiliki arti yang berbeda.
Kata “maar” sebagai konjungsi secara tidak langsung juga memberikan makna negasi/pengingkaran (niet direkte negatie)
contoh:
-Gisteren wilde ik boodscappen gaan doen, maar het regende hard
(Kemarin saya ingin berbelanja, tetapi tidak jadi karena turun hujan deras)
Sebenarnya “ik” sudah berencana untuk berbelanja, tetapi dengan penggunaan kata “maar” yang diikuti dengan keterangan bahwa kemarin turun hujan deras, maka secara implisit muncul makna pengingkaran bahwa “ik” tidak jadi berbelanja karena ketika “ik” akan pergi berbelanja, huajn turun dengan derasnya.
Jadi jika dilihat secara semantik, maka kata “maar” termasuk ke dalam kelompok homonim, yaitu kata yang penulisan dan pengucapannya sama, namun memiliki arti yang berbeda satu sama lain, yaitu “maar” yang berarti “tetapi” (“maar” sebagai konjungsi) dan “maar” yang memiliki arti “hanya”/ “cuma”/”saja” (“maar” sebagai adverbia).
Labels: laporan, linguistik, Nederlands, penelitian, perkuliahan
posted by St. Anger @ 8:54 PM 0 Comments
“Gaya Bahasa Yang Paling Banyak Digunakan Pada Kemasan Sabun Cuci”
dosen : Andrea Pradsna Paramita Djarwo, M.A.
Digunakan Pada Kemasan Sabun Cuci”
Pada saat ini semakin banyak tawaran berbagai macam produk kepada kita. Sebagai calon konsumen tentunya hal ini menjadi masalah buat kita, kita dibuat bingung oleh perusahaan-perusahaan produksi dan perusahan-perusahaan penyalur berbagai macam produk itu, sebenarnya produk mana yang cocok dengan kebutuhan kita?, dan saat-saat seperti ini juga bisa menjadi ajang bagi perusahaan-perusahaan untuk menunjukkan kualitas mereka, baik itu kualitas barang yamg mereka produksi maupun kualitas copy writer-nya dalam mempengaruhi calon konsumen untuk membeli dan memakai produk yang mereka tawarkan.
Keadaan seperti ini merupakan keadaan yang sangat menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan produksi dan perusahaan-perusahaan penyalur suatu produk, karena ketika konsumen “bingung” produk mana yang akan dibeli, maka di saat inilah para perusahaan itu berlomba-lomba membuat promosi produk-produk mereka. Media promosi suatu produk itu bermacam-macam, bisa melalui iklan audio visual (iklan televisi dan internet), iklan visual (iklan radio), iklan-iklan pada media cetak, iklan spanduk, dan iklan pada kemasan produk itu sendiri.
Dalam hal ini, apapun media yang digunakan untuk berpromosi, gaya bahasa akan sangat diperhatikan oleh perusahaan yang akan memasang iklan produknya, karena gaya bahasa mempunyai efek yang sangat kuat untuk mempengaruhi calon konsumen membuat keputusan produk sejenis dari merk mana yang akan dibeli. Jadi, atas latar belakang inilah saya merasa tertarik untuk membahas gaya bahasa yang digunakan perusahaan-perusahaan dalam menarik minat calon konsumennya untuk membeli produk yang mereka tawarkan.
Makalah ini akan membahas gaya bahasa yang digunakan perusahaan-perusahaan sabun cuci pada kemasan produknya, karena saya melihat semakin bertambahnya jumlah merk sabun cuci saat ini, sehingga “perang slogan” antar perusahaan dengan menggunakan gaya bahasa tertentu merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti.
Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan saya bahas pada makalah ini adalah:
1. Gaya bahasa apa yang paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan sabun cuci pada kemasan produknya?
2. Mengapa perusahaan-perusahaan sabun cuci itu menggunakan gaya bahasa tersebut pada kemasannya?
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Menentukan gaya bahasa apa yang paling banyak digunakan perusahaan-perusahaan sabun cuci pada kemasan produknya.
Menentukan alasan mengapa perusahaan-perusahaan sabun cuci menggunakan gaya bahasa tersebut pada kemasan produknya.
Batasan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini hanyalah gaya bahasa di setiap kemasan sabun cuci yang saya jadikan sampel penelitian. Pengaruh harga dan desain kemasan tidak akan dibahas pada makalah ini.
Sampel Penelitian
Pada penelitian ini saya menggunakan lima sampel produk sabun cuci dari tiga perusahaan yang berbeda, yaitu:
Rinso Anti Noda : Perusahaan Unilever
So Klin Power : Perusahaan Wings
Attack Clean Maximizer : Perusahaan Kao
Attack plus Softener : Perusahaan Kao
Daia Daya Cuci Extra : Perusahaan Wings
Urutan sampel penelitian di atas disesuaikan dengan produk mana yang lebih dahulu beredar di masyarakat.
Saya sengaja menggunakan sampel penelian tersebut di atas, karena empat produk di atas, kecuali Daia merupakan produk sabun cuci yang sudah lama berada di pasaran dan sudah memiliki banyak konsumen.
Analisa
Gaya bahasa yang digunakan pada kemasan produk sampel penelitian di atas adalah:
Rinso Anti Noda : “Membersihkan paling bersih”
So Klin Power : “Bersih sempurna”
Attack Clean Maximizer : “Hanya 1 sendok untuk kebersihan sesungguhnya”
Attack plus Softener : “Hanya 1 sachet untuk kebersihan dan kelembutandalam 1 langkah”
Daia Daya Cuci Extra : “Pakai Daia nggak mau yang lain!”
Dari contoh-contoh gaya bahasa di atas sangat terlihat jelas bahwa ternyata gaya bahasa pada kemasan sabun cuci yang masih sering digunakan oleh beberapa perusahaan sabun cuci adalah gaya bahasa hiperbola, yaitu gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebih-lebihan.
Mari kita lihat pembahasannya satu per satu. Unilever dengan produknya Rinso Anti Noda menggunakan slogan “membersihkan paling bersih”. Slogan ini sangat kuat nuansa hiperbolanya dengan penggunaan kata “paling”, jadi slogan ini bermakna “tidak ada sabun cuci lain yang bisa membersihkan cucian, kecuali menggunakan Rinso Anti Noda.
Tidak berbeda dengan Unilever, Wings juga menggunakan gaya bahasa hiperbola pada kemasan produk sabun cucinya, nuansa hiperbola ini muncul dengan penggunaan kata “sempurna”. Kata “sempurna” pada kemasan sabun cuci So Klin ini bermakna tidak ada sabun cuci lain yang bisa membersihkan cucian kecuali So Klin.
Kao dengan Attack Clean Maximizer dan Attack plus Softener nya menggunakan kata “hanya” untuk menarik hati calon konsumennya. Dengan penggunaan kata “hanya” pada kemasan produknya, Kao secara implisit menawarkan sisi ekonomis produknya. Pada produk Attack Clean Maximizer, tidak hanya kata “hanya” yang memperkuat nuansa hiperbolanya, tetapi penambahan kata “sesungguhnya” juga memperkuat nuansa hiperbola pada kemasan produk ini, karena selain penghematan (sisi ekonomis dengan hanya menggunakan satu sendok), Attack Clean Maximizer juga mampu membersihkan cucian dengan hasil yang sangat memuaskan (hal ini terlukiskan pada frasa “kebersihan sesungguhnya”). Jadi penggunaan gaya bahasa hiperbola oleh Kao pada kemasan sabun cuci Attack bertujuan untuk menyampaikan pesan ekonomis (penghematan) dan pesan kesempurnaan hasil pencucian.
Sampel produk yang terakhir adalah Daia dari perusahaan Wings. Wings juga menggunakan gaya bahasa hiperbola pada kemasan produk sabun cucinya yang bermerk Daia. Frasa “nggak mau yang lain” merupakan kunci utama kemunculan makna hiperbola pada kemasan produk ini. Berbeda dengan gaya bahasa hiperbola produk-produk sampel sebelumnya yang hanya menawarkan janji-janji kesempurnaan hasil cucian dan keekonomisan produk kepada calon konsumennya, Wings tidak melakukannya. Namun wings mencoba “menyetir” pemikiran calon konsumennya (mencoba memanipulasi pemikiran calon konsumennya).
Pada slogan “Pakai Daia nggak mau yang lain!” terlihat jelas bahwa produsen Daia mencoba “menyetir” pemikiran calon konsumennya untuk tidak mencoba produk sejenis lainnya, namun hanya menggunakan produk Daia. Tentunya hal ini tidak begitu saja muncul, tetapi dengan menggunakan slogan itu, secara tidak langsung konsumen akan berpikir “apa yang menyebabkan saya tidak mau mencoba produk sejenis lainnya?”. Dengan kata lain, manipulasi pikiran ini secara tersirat mencoba melakukan pembentukan opini publik bahwa “pasti ada sesuatu yang membuat kita (para konsumen) tidak mau mencoba produk sejenis lainnya!”. Opini inilah yang diinginkan oleh produsen Daia, karena calon konsumen akan berpikir bahwa “tentunya Daia memiliki kualitas yang sangat bagus sehingga ia (Daia) berani menjamin kita (calon konsumennya) untuk tidak mencoba produk sejenis lainnya.
Alasan Penggunaan Gaya Bahasa Hiperbola
Jika ditelusuri mengapa perusahaan sabun cuci lebih suka menggunakan gaya bahasa hiperbola pada kemasan produknya, ternyata hal ini disebabkan oleh nuansa yang ditimbulkan oleh gaya bahasa hiperbola tersebut. Gaya bahasa hiperbola pada kemasan sabun cuci tidak hanya menimbulkan kesan “wah” dari suatu produk sabun cuci tertentu, namun lebih dari itu, gaya bahasa hiperbola ini bisa memanipulasi pikiran calon konsumen untuk tidak menggunakan produk sejenis lainnya dan bisa memberikan perasaan nyaman dan puas konsumen.
Rinso Anti Noda menggunakan slogan “membersihkan paling bersih”. Jelas terlihat pada slogan ini bahwa Rinso Anti Noda memberikan jaminan kepada calon konsumennya bahwa jika anda mencuci dengan rinso anda akan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Penggunaan slogan ini tentunya akan memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada calon konsumennya, karena produk ini memang sangat cocok digunakan untuk mencuci.
So Klin power menggunakan slogan “bersih sempurna”. Tidak jauh berbeda dengan Rinso, So Klin juga memberikan perasaan nyaman dan puas kepada calon konsumennya dengan menjajikan hasil pencucian yang paling sempurna. Namun slogan yang digunakan So Klin ini saya rasa lebih besar efeknya daripada slogan yang digunakan oleh Rinso, karena slogan “bersih sempurna” maknanya bisa lebih luas dari slogan “mencuci paling bersih”. “Mencuci paling bersih” hanya menjanjikan hasil pencucian yang bersih, namun slogan “bersih sempurna” bisa diinterpretasikan tidak hanya pakaian bersih yang akan diperoleh jika dicuci dengan So klin, namun bisa juga keharuman dan kelembutan pakaian yang akan didapat jika pakaian dicuci menggunakan So Klin, karena kesempurnaan hasil cucian tidaklah hanya bersih tetapi juga wangi dan lembut.
Attack Clean Maximizer menggunakan slogan “Hanya 1 sendok untuk kebersihan sesungguhnya”. Slogan ini juga memberikan kesan yang lebih mendalam daripada slogan yang digunakan oleh Rinso Anti Noda. Attack tidak hanya menjanjikan kebersihan tetapi lebih daripada itu, Attack juga menawarkan sisi hemat dari penggunaan produknya. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap calon konsumennya, apalagi calon konsumen yang berada di Indonesia.
Situasi ekonomi Indonesia yang sedang tidak stabil menyebabkan penduduknya harus bisa berhemat dalam segala hal karena harga semua kebutuhan hidup menjadi mahal. Attack menggunakan isu ekonomi yang tidak stabil ini sebagai latar belakang pembuatan slogannya. Bersih tentu saja tujuan utama dari sebuah pencucian, namun “satu sendok untuk kebersihan sesungguhnya” lebih dilatarbelakangi oleh keadaan ekonomi calon konsumen, karena hanya dengan menggunakan satu sendok bubuk deterjen untuk pencucian, cucian bisa bersih, dan ini berarti penggunaan sabun ini sangatlah hemat dan memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Tidak jauh berbeda dengan produk sebelumnya, produk Attack plus Softener juga menjadikan isu penghematan sebagai tujuan dari penggunaan slogannya. Slogan yang digunakan adalah “Hanya 1 sachet untuk kebersihan dan kelembutan dalam 1langkah”. Slogan ini juga memberikan jaminan hemat kepada calon konsumennya, namun ada sedikit perbedaan, yaitu penggunaan frasa “dalam 1 langkah”. Selain menjanjikan penghematan, penggunaan frasa “dalam 1 langkah” juga menjanjikan kemudahan bagi para calon konsumennya, karena dengan menggunakan produk Attack plus Softener pakaian tidak hanya bersih, tetapi juga menjadi lembut. Dengan kata lain calon konsumen tidak lagi harus merendam cuciaanya dengan pelembut setelah pencucian, hal ini tentu saja memberikan keuntungan ganda kepada penggunanya, yaitu hemat dan mudah.
Sampel terakhir adalah Daia dengan slogannya “Pakai Daia nggak mau yang lain!”. Berbeda dengan produk-produk sebelumnya, Daia tidak menonjolkan janji-janji kesempurnaan hasil pencucian dan penghematan jika menggunakan produk ini. Efek yang menjadi tujuan utama dari penggunaan gaya bahasa hiperbola pada produk kemasan Daia adalah manipulasi pikiran calon konsumen bahwa Daia adalah satu-satunya produk yang paling tepat digunakan untuk mencuci pakaian. Dari pemikiran calon konsumen yang terlahir dari hasil manipulasi ini akan muncul lagi reaksi yang lain, yaitu pertanyaan-pertanyaan calon konsumen tersebut hal apa yang menyebabkan Daia berani mengeluarkan pernyataan seperti pada slogan itu. Apakah Daia mencuci lebih bersih dari produk sejenis lainnya? Apakah Daia lebih lembut di tangan saat melakukan pencucian? Apakah Daia menjadikan cucian wangi dan lembut? Apakah penggunaan Daia cukup hemat? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang nantinya akan muncul di kepala para calon konsumennya. Jadi tujuan utama Daia menggunakan gaya bahasa hiperbola pada kemasan produknya adalah untuk memanipulasi pikiran calon konsumen sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan memunculkan perasaan ingin tahu calon konsumen dan ingin mencoba menggunakan produknya.
Dari analisa di atas terlihat bahwa tiap-tiap perusahaan mempunyai tujuan yang sama dalam penggunaan gaya bahasa hiperbola pada kemasan produknya, yaitu supaya para calon konsumen mau menggunakan produk atau sekurang-kurangnya mencoba menggunakan produk dari perusahan masing-masing. Namun dalam pencapaian keputusan calon konsumen untuk membeli produk mereka, setiap perusahaan mempunyai “isu” masing-masing, seperti:
Rinso : isu kesempurnaan pencucian
So klin : isu kesempurnaan pencucian
Attack Clean Maximizer : isu kesempurnaan pencucian dan penghematan
Attack plus Softener : isu kemudahan dan penghematan
Daia : memanipulasi pikiran calon konsumen
Kesimpulan
Dari penelitian ini semua produk sabun cuci yang dijadikan sampel menggunakan gaya bahasa hiperbola sebagai slogan pada kemasan produknya. Gaya bahasa ini tidak hanya menjanjikan kesempurnaan hasil pencucian dengan produk masing-masing, tetapi juga menjanjikan kemudahan dan penghematan.
Penggunaan gaya bahasa hiperbola ini juga merupakan gaya bahasa yang tepat digunakan untuk calon konsumen Indonesia, khususnya gaya bahasa hiperbola yang menonjolkan kemudahan dan penghematan. Hal ini disebabkan oleh situasi sosial dan ekonomi masyarakat sedang tidak stabil, sehingga penonjolan nuansa kemudahan dan penghematan merupakan senjata yang sangat ampuh untuk menarik minat para calon konsumen.
Alasan perusahaan-perusahaan sabun cuci menggunakan gaya bahasa hiperbola sebagai slogan pada kemasan produk mereka adalah untuk menarik perhatian calon konsumen supaya mereka mau menggunakan atau setidak-tidaknya mencoba menggunakan produk sabun cuci yang diproduksi oleh perusahaan masing-masing. Hal ini bisa terjadi karena ungkapan-ungkapan pada slogan yang ditampilkan pada kemasan produk sabun cuci itu merupakan hal yang selama ini diimpikan oleh para pengguna sabun cuci, yaitu: hasil cucian yang bersih, wangi, lembut di tangan, melembutkan cucian, mudah, dan murah.
Saya rasa media iklan pada kemasan produk memang hal yang mendapatkan bagian paling serius dalam periklanan sabun cuci di Indonesia, karena sebagian besar perusahaan juga sering mengadakan undian berhadiah uang tunai atau barang mewah dengan salah satu persyaratan mengirimkan satu atau lebih dari satu (sesuai jumlah yang diminta perusahaan yang bersangkutan) kemasan sabun cuci dalam bentuk sachet dan kemudian diundi. Hal ini akan menyebabkan para konsumen berduyun-duyun membeli produk yang bersangkutan sebanyak-banyaknya. Karena ingin membeli banyak, tentunya konsumen akan membeli produk dengan kemasan sachet karena lebih murah harganya dan bisa dibeli dalam jumlah besar sekaligus.
Maka dari itu perusahaan-perusahaan sabun cuci mengoptimalkan promosi produk mereka melalui media kemasan produknya. Dalam kasus produk sabun cuci, ternyata hal yang paling ditonjolkan pada kemasannya adalah penggunaan gaya bahasa hiperbola yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi sosial ekonomi calon konsumen yang akan menggunakan produk mereka.
Labels: laporan, penelitian, perkuliahan
posted by St. Anger @ 8:42 PM 0 Comments
Laporan pengamatan "Seminar Upacara Seren Taun-2006"
oleh : Fajar Muhammad Nugraha
dosen : Prapto Yuwono M.Hum.
SEMINAR
UPACARA SEREN TAUN
DI KAMPUNG SINDANG BARANG, KABUPATEN BOGOR
DI KAMPUS FIB UI
Upacara Seren Taun adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat adat Sunda sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya berupa hasil pertanian yang telah Ia berikan untuk kesejahteraan hidup manusia. Selain itu, ritual Seren Taun ini juga merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Sunda terhadap tahun-tahun yang telah mereka lalui sekaligus menyambut tahun yang akan datang dengan harapan Tuhan Yang Maha Kuasa tetap memberikan limpahan rahmatnya berupa hasil pertanian yang mencukupi.
Upacara Seren taun ini dilaksanakan pada akhir bulan Mangsa Bakti (bulan ke-12 kalender Pajajaran). Upacara ini berlangsung selama empat hari berturut-turut, dimulai pada empat hari sebelum purnama pada bulan Mangsa Bakti dan berakhir ketika purnama penuh pada bulan itu. Upacara Seren Taun ini juga terbagi dua, yaitu Seren Taun Guru Bumi dan Seren Taun Tutug Galur. Seren Taun Guru Bumi adalah upacara yang diselenggarakan setiap tahun, sedangkan Seren Taun Tutug Galur adalah upacara yang diselenggarakan setiap delapan tahun sekali.
Kedua upacara ini tidak begitu berbeda, hanya saja waktu pelaksanannya yang berbeda.
Nama-nama bulan Pajajaran adalah:
Mangsa Guru : bulan ke-1
Mangsa Bumi : bulan ke-2
Mangsa Ratu : bulan ke-3
Mangsa Desa : bulan ke-4
Mangsa Ngarang : bulan ke-5
Mangsa Lilir : bulan ke-6
Mangsa Rarawat : bulan ke-7
Mangsa Dadama : bulan ke-8
Mangsa Sesela : bulan ke-9
Mangsa Budi : bulan ke-10
Suda Mangsa : bulan ke-11
Mangsa Bakti : bulan ke-12
Jadi, pelaksanaan upacara Seren Taun ini dilaksanaan pada akhir bulan Mangsa Bakti untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan hasil pertanian dan sekaligus menyambut datangnya bulan pertama di tahun baru, yaitu bulan Mangsa Guru, dengan harapan Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada masyarakat Sunda.
Pada tanggal 24 Mei 2006 diadakan seminar tentang kebudayaan dan kesenian Sunda di kampus Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Salah satu hal yang paling menarik didiskusikan adalah tentang pelaksanaan upacara Seren Taun. Mengapa saya berpendapat demikian? Karena, ternyata pelaksanaan Seren Taun pada tahun 2006 ini adalah pelaksanaan yang pertama setelah 35 tahun absen.
Pada tahun 1971, setelah kematian tetua masyarakat adat Sunda, terdapat perbedaan paham di dalam kubu masyarakat Sunda. Kubu yang pertama menginginkan bahwa kepala kerbau pada upacara Seren Taun dikuburkan, sementara kubu yang satunya lagi tidak mau menguburnya. Jadi alasan inilah yang menyebabkan dihentikannya penyelenggaraan upacara Seren Taun selama 35 tahun terakhir menurut Bpk. Mikami, pembicara sekaligus perwakilan masyarakat adat Sunda.
Menurut beliau, ketika pelaksanaan upacara Seren Taun diusulkan kembali pada tahun 2005, perbedaan pendapat tersebut terjadi kembali, sehingga diambillah jalan tengah dengan menguburkan bagian-bagian tubuh kerbau saja dengan dibalut kain putih dan daun pisang, karena menurut beliau, tradisi penguburan kepala kerbau itu adalah pengaruh dari masyarakat Cirebon.
Akhirnya kata sepakat diperoleh, dan upacara Seren Tun pun kembali diselenggarakan di Kampung Sindang Barang, Kabupaten Bogor. Namun saya berpendapat bahwa upacara yang mulai diselenggarakan lagi pada tahun 2006 ini bukanlah murni dilakukan dengan tujuan pelestarian budaya Seren Taun, karena ada banyak hal yang berubah dari ritual pelaksanaannya, yaitu mulai dari pengambilan jalan tengah untuk menguburkan bagian-bagian tubuh kerbau (untuk menghindari bentrok dua kubu yang berselisih paham), sampai kepada penari lelaki dewasa yang digantikan oleh wanita. Hal ini terjadi, menurut Bpk. Mikami, karena saat ini tidak ada lagi anak lelaki yang mau menari, itulah sebabnya tarian-tarian pada upacara ini diambil alih oleh kaum hawa.
Jadi, saya berpendapat bahwa pelaksanaan kembali upacara Seren Taun ini pada tahun 2006 lebih mempunyai tujuan pariwisata daripada sekedar untuk melestarikan kebuadayaan Sunda. Lama-kelamaan pelaksanaan upacara Seren Taun yang seperti ini bisa menjadi perusak kebudayaan asli masyarakat Sunda jika tidak ada kejelasan apakah kepala kerbau itu dikubur atau tidak, dan jika para penari lelaki dewasa tetap digantikan oleh wanita, karena hal ini bertentangan dengan upacara Seren Taun yang dilaksanakan terakhir kali pada tahun 1971.
Pendapat saya ini diperkuat dengan sikap pembicara sekaligus perwakilan tetua masyarakat Kampung Sidang Barang yang tidak begitu meyakini keyakinan leluhur mereka. Setiap menjawab pertanyaan dari peserta seminar yang berhubungan dengan tradisi masa lampau yang bersifat mitis, beliau selalu menekankan kata “konon”, tidak terkesan sedikitpun Bpk. Mikami berusaha meyakinkan para peserta seminar bahwa kejadian-kejadian itu benar-benar merupakan kejadian yang pernah terjadi pada masa kekuasaan leluhur-leluhurnya, tetapi dengan bersikap seperti itu dan dengan menekankan kata “konon”, kesan bahwa upacara Seren Taun ini sakral menjadi luntur. Atas dasar inilah saya menarik kesimpulan bahwa target utama penyelenggaraan kembali upacara Seren Taun ini adalah pariwisata, sementara pelestarian budaya hanyalah menjadi tujuan sampingan, karena begitu banyak terdapat perubahan-perubahan dalam pelaksanaan kembali upacara ini. Pendapat saya ini diperkuat dengan latar belakang Bpk. Mikami yang merupakan seorang pengusaha yang cukup sukses. Tentunya saya boleh mencurigai latar belakang beliau tersebut, karena bisa saja karena kebetulan orang “berduit” di daerahnya, maka beliau diajak untuk “menghidupkan” kembali perayaan upacara Seren Taun ini tanpa mengenal dan memahami kebudayaan dan proses ritual upacara tersebut secara mendalam. Namun walaupun demikian, kita patut memberikan acungan jempol kepada Bpk. Mikami dan warga Kampung Sindang Barang, karena bagaimanapun juga mereka sudah berusaha untuk “menghidupkan” kembali tradisi kebudayaan yang menjadi ciri khas daerah mereka yang sudah lama tidak diselenggarakan.
Labels: budaya, laporan, penelitian, perkuliahan
posted by St. Anger @ 8:32 PM 0 Comments